Dewan Pembina Restui Ketua Serikat Pedagang Kaki Lima (Spekal) Cabang Jombang Tarung di Pilkada 2024
Di antaranya, Fatah diminta mengedepankan politik yang santun, saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Politik, lanjut Fatah, tidak harus saling menjegal, tidak saling menghujat. Karena hal itu membuat orang tersakiti.
“Bagi saya, pesan dari dewan pembina itu sangat bijak. Karena selama ini ada bakal calon bupati yang terlihat tidak akur satu dngan yang lain. Padahal, sebagai tokoh yang nantinya memimpin Jombang, tidak elok jika seperti itu,” kata Ketua Spekal Jombang ini.
Fatah juga mengapresiasi Warsubi yang hendak mengikuti kontestasi Pilkada Jombang melalui jalur partai. Betapa tidak, Fatah yang berpamitan untuk maju lewat jalur perseorangan justru direstui dan diberi pesan bijak olehnya.
“Beliau sangat menghargai pendapat orang. Termasuk saya yang menemuinya untuk maju (Pilkada), juga didukung. Karena bagi belau, ini adalah bagian dari demokrasi. Berbeda adalah hal biasa dalam demokrasi,” katanya.
Sesuai rencana, lanjut Fatah, pada 27 Agustus nanti dirinya bersama orang-orang yang mendukungnya akan mendatangi KPU Jombang. Tujuannya, mendaftarkan diri sebagai calon bupati Jombang melalui jalur perseorangan.
Bukankah pendaftaran jalur perseorangan sudah ditutup pada 12 Mei 2024? Fatah tak ambil pusing. “Saya tidak lewat partai, tapi independen. Apakah nanti diterima atau tidak, nanti di KPU,” katanya polos.
Fatah mengatakan, dirinya maju Pilkada karena dorongan dari komunitas PKL dan masyarakat kecil lainnya. Bahkan banyak gambar dirinya terpasang di sejumlah titik strategis. “Itu bukan saya yang memasang, saya juga tidak pernah tahu,” ucapnya.
Warga Desa Pulo Lor Jombang ini mengakui, selama ini dirinya tidak pernah mendaftar sebagai bakal calon bupati atau wakil bupati Jombang melalui penjaringan partai politik manapun. Alasannya, ongkos rekomendasi parpol mencekik leher.
Dirinya mendengar rumor yang berkembang bahwa harga rekomendasi maju pilkada lewat parpol itu mahal sekali. Dipatok dengan harga Rp500 juta sampai Rp1 miliar per kursi. “Itu hanya untuk rekomendasi. Belum lain-lainnya,” ucap Cak Patah, panggilam akrabnya.
“Uang miliaran yang dikeluarkan tersebut lebih baik diberikan kepada yang membutuhkan. Semisal, untuk pemberdayaan masyarakat kecil seperti PKL, tukang becak, sopir, serta pelaku kesenian jaranan. Itu lebih mendidik,” pungkasnya.
(Editor. Syamsuri)